Ketika kita terjun ke dunia properti, kita akan sering mendengar sertifikat-sertifikat yang berkaitan dengan agraria. Contohnya adalah Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Apa itu sertifikat HGB, apa kegunaannya, apa bedanya dengan Sertifikat Hak Milik (SHM), bagaimana cara mendapatkannya akan dibahas secara singkat dalam artikel ini.
Definisi dari Hak Guna Bangunan menurut regulasi yang berlaku disebutkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria pasal 35 ayat (1), HGB adalah hak seseorang untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan milik sendiri.
Peraturan seputar HGB ini diperkuat dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas Tanah. Kemudian, Pemerintah merevisi peraturan ini dengan mengeluarkan PP No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas Tanah.
Jangka waktu berlakunya HGB dalam PP No. 18 Tahun 2021 Pasal 37 Ayat (1) adalah 30 tahun dan dapat diperpanjang selama maksimal 20 tahun, sehingga totalnya menjadi 50 tahun. Sebelum jangka waktu 50 tahun ini selesai, pemegang HGB dapat memperbarui haknya untuk jangka waktu 30 tahun selanjutnya.
Artinya, pemilik HGB mendapatkan hak untuk menggunakan bangunan dengan jangka waktu maksimal 80 tahun. Selama jangka waktu ini, HGB dapat dipindahtangankan kepada pihak lain.
Lantas, apa itu sertifikat HGB? Sertifikat Hak Guna Bangunan adalah dokumen resmi yang membuktikan seseorang memiliki HGB atas suatu bangunan. Jika Anda bukan pemilik lahan dan tidak memiliki Sertifikat Hak Milik atas lahan tersebut, maka Anda harus memiliki Sertifikat HGB untuk dapat menggunakan bangunan yang berdiri di atas lahan tersebut.
Seperti disebutkan sebelumnya Sertifikat HGB dibutuhkan utamanya untuk membuktikan bahwa seseorang memperoleh hak untuk menggunakan atau memiliki bangunan di atas lahan yang bukan milik sendiri. Selain itu, HGB juga merupakan salah satu dokumen yang dibutuhkan untuk melakukan usaha di atas lahan yang disewa.
Baik Sertifikat Hak Milik (SHM) maupun Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) sama-sama memberikan hak untuk pendirian atau penggunaan bangunan di atas sebidang lahan. Bedanya, SHM memberikan penguasaan penuh atas bangunan dan lahan, sedangkan penguasaan dalam HGB dibatasi pada bangunan saja.
Perbedaan lainnya adalah SHM berlaku seumur hidup, sedangkan HGB berlaku maksimal 80 tahun. Lalu, SHM dapat dijadikan agunan atau jaminan untuk mengajukan kredit atau gadai tanpa risiko menjadi beban Hak Tanggungan. Terakhir, karena jangka waktunya yang terbatas, HGB lebih cocok untuk investasi jangka pendek dan menengah, sedangkan SHM lebih cocok untuk investasi jangka panjang.
Permohonan sertifikat yang berkaitan dengan agraria seperti SHM, HGU, dan HGB dapat diajukan ke Kepala Kantor Pertanahan, tergantung luas lahannya. Untuk luas tanah perseorangan 600-10.000 m2, Anda harus mengajukannya ke Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN).
Untuk tanah perseorangan seluas tidak lebih dari 3.000 m2, atau tanah milik badan hukum dengan luas maksimal 20.000 m2, permohonan HGB dapat diajukan ke Kepala Kantor Pertanahan. Pemohon dengan luas tanah untuk perseorangan lebih dari 10.000 m2, maka permohonan diajukan ke Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Selanjutnya, ikuti tahapan-tahapan berikut:
Itulah penjelasan singkat mengenai apa itu sertifikat HGB, kegunaannya, perbedaannya dengan SHM, dan bagaimana cara mendapatkannya. Jika Anda tertarik mempelajari dunia properti dengan lebih mendalam, silakan kunjungi tautan ini untuk melihat program-program yang ditawarkan oleh Panangian School of Property.