Saat melakukan transaksi properti, istilah BPHTB sering disebut-sebut. Kalau Anda pemula dalam urusan jual beli tanah atau bangunan properti, tentu ingin tahu apa yang dimaksud dengan BPHTB.
Pendek kata, BPHTB adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Artinya, BPHTB akan berkaitan dengan tarif tertentu. Lebih lanjut, mari simak pembahasan apa yang dimaksud dengan BPHTB, berapa tarif yang berlaku, serta cara menghitungnya berikut ini.
BPHTB merupakan salah satu pajak yang wajib dibayarkan ketika Anda membeli rumah, tanah, bangunan, atau properti lain. Mengutip Kompas.com, ketentuan terkait BPHTB awalnya diatur melalui UU No. 21 Tahun 1997 mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atau UU BPHTB yang kemudian disesuaikan melalui UU No. 20 Tahun 2000 perihal Perubahan UU BPHTB.
Selanjutnya, penerapan BPHTB merujuk pada UU No. 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Namun, baru-baru ini muncul regulasi terbaru mengenai BPHTB melalui UU No. 1 Tahun 2022 perihal Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan regulasi teranyar tersebut, BPHTB merupakan pengenaan pajak pada perolehan hak terkait tanah dan atau bangunan. Pengenaan tarif BPHTB berlaku sebesar 5% dari harga jual dikurangi NPOPTKP atau Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Selain itu, pihak yang berhak memungut BPHTB adalah pemerintah kota atau kabupaten.
Aturan terbaru menyatakan objek BPHTB mengacu pada perolehan hak terkait tanah dan atau bangunan, yang mencakup:
Di sisi lain, subjek BPHTB tak lain orang pribadi maupun badan yang mendapatkan hak terkait tanah dan atau bangunan tersebut. Secara umum BPHTB menjadi tanggungan pembeli. Namun, penjual juga berkewajiban membayar Pajak Penghasilan (PPh) setelah menjual properti. Artinya, baik pembeli dan penjual sama-sama harus membayar pajak dalam transaksi properti apa pun.
Jika melihat daftar objek di atas, terkesan objek BPHTB memiliki cakupan luas. Hampir semua properti yang akan ditransaksikan harus dikenakan BPHTB. Namun, BPHTB tidak berlaku pada objek atau pihak berikut.
Dalam proses pemindahtanganan hak terkait tanah dan atau bangunan, pejabat pembuat akta tanah (PPAT) atau notaris harus dilibatkan agar proses itu memiliki legalitas yang kuat. Anda perlu memperhatikan beberapa ketentuan supaya hak tersebut didapatkan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, yaitu:
Begitu Anda sudah memahami apa yang dimaksud dengan BPHTB berikut ketentuan yang harus dipenuhi, selanjutnya pahami juga bagaimana cara menghitung besar tarif BPHTB. Adapun rumus penghitungan tarif ini adalah:
tarif pajak 5% x dasar pengenaan pajak (NPOP – NPOPTKP)
NPOP : Nilai Perolehan Objek Pajak
NPOPTKP : Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Berapa besar NPOPTKP? Ternyata besarnya berbeda-beda di setiap wilayah, tetapi nominal terendah ditetapkan Rp60 juta per wajib pajak. Mari simak contoh perhitungan BPHTB berikut ini.
Sebidang lahan kosong di Jakarta dengan luas 2.000 m2 diperjualbelikan dengan rincian berikut:
Luas = 2.000 m2
NJOP = 1.000.000/meter
NJOPTKP DKI Jakarta Rp80.000.000
Harga yang disepakati Rp2.000.000 per meter
Besar NPOP (Nilai Transaksi)
= 2.000 x 2.000.000 = Rp4.000.000.000
Besar PPh dan BPHTB
PPh = 5% x NPOP = 5% x Rp4.000.000.000 = Rp200.000.000
BPHTB = 5% x (NPOP – NPOPTKP)
= 5% x (Rp4.000.000.000 – Rp80.000.000)
= Rp196.000.000.
Demikian penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan BPHTB. Setelah punya gambaran tentang BPHTB, tentu Anda akan lebih cermat dan teliti memeriksa semua kelengkapan dokumen sebelum transaksi properti apa pun.
Sedang cari tempat di mana Anda bisa mendalami dunia properti? Langsung saja cek deretan program seminar dan workshop edukasi properti di Panangian School of Property. Bergabung di sini untuk menikmati kesempatan belajar properti langsung dari ahlinya!